Senin, 02 Desember 2013

Cerita Rakyat Kalimantan Barat : Nelayan Serakah


Di tempat ini terdapat sungai panjang dan lebar. Sungai ini terkenal seluruh Indonesia. Sungai ini memiliki banyak cabang. Namanya sungai Kapuas yang ada di Kalimantan Barat. Di antara dari sekian banyak cabang dari sungai Kapuas di antaranya ada sungai Kawat. Sungai Kawat letaknya di kota Sintang Kalimantan Barat. Dahulu kala di kota ini hiduplah seorang nelayan bersama istri dan anak-anaknya. Mereka tinggal dekat dengan sungai Kawat.
Mereka hidup dalam kondisi miskin, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari hanya menggantungkan menangkap ikan, terkadang hasil, terkadang pulang membawa tangan hampa.
Pada suatu hari nelayan miskin itu pergi ke sungai membawa dua pancing untuk menjaga kemungkinan pancingnya putus, sehingga dapat menggunakan pancing satunya.
Nelayan itu mendayung perahunya masuk ke sungai Kawat. Setiba di sungai tersebut, lalu mengulur pancingnya ke dalam air. Dia menunggu pancingnya ditarik ikan, tetapi sama sekali tidak ditarik ikan. Nelayan itu beberapa kali pindah tempat, tetapi keadaannya masih tetap, tak seekorpun ikan menarik pancingnya. Nelayan itu nampaknya masih semangat menunggu pancingnya ditarik ikan,tapi masih belum juga ditarik. Dia bertekad bulat, bila pulang harus membawa ikan untuk anak-anak dan istrinya.
Hari menjelang sore, matahari mulai condong ke barat. Nelayan mendayung perahunya untuk berpindah tempat, yaitu di sebuah teiuk kecil yang banyak batunya. Tanah yang ada di sekitar itu banyak lumurnya serta pepohonan kayu yang besar. Di tempat ini pancingnya mulai diulurkan ke dalam air. Nelayan itu lama sekali menunggu pancingnya di tempat yang baru ini tetapi masih saja pancingnya belum juga ditarik ikan. Nelayan hampir saja pulang, karena matahari juga hampir terbenam, tiba-tiba pancingnya ditarik dengan keras, nelayanpun mengangkat pancingnya. Ternyata tidak seekorpun ikan yang didapat ketika pancing itu ditarik nelayan, tetapi yang menyangkut pancingnya adalah ujung kawat. Nelayan berkata, “Aduh, ikannya lepas, kini tangannya menjangkau ke ujung kawat yang menyangkut di pancingnya. Ujung kawat itu diperhatikan dalam keremangan malam itu. Nampak warnanya kekuning-kuningan, dia yakin, bahwa kawat itu benar-benar emas, sehingga dia mulai menariknya ke dalam perahu.
Kawat itu terus menerus ditarik, hingga mendapatkan beberapa meter panjangnya. Dia belum juga puas masih terus menarik, padahal seandainya kawat itu sudah didapat satu meter saja, maka hidupnya sudah lebih baik dari semula, yakni sudah berkecukupan. Dia berusaha terus menerus menarik kawat emas itu dari dalam sungai dengan sebanyak-banyaknya. Sekalipun kawat itu sudah ditarik lama sekali, tetapi masih saja belum putus. Dalam benak hatinya berkata, akulah nanti orang yang paling kaya di antara sekian banyak orang yang ada di kampungku. Sementara perahunya sudah penuh dengan gulungan kawat tersebut.
Terdengarlah suara dari dalam air, sudahlah potong di sini saja! Nelayan itu tetap tidak mau menghiraukan, dia tetap sibuk menarik kawat dari dalam sungai, biar aku cepat kaya raya, pikirnya.
Terdengarlah suara berikutnya, sudahlah potong di sini saja! jangan kamu teruskan, berhentilah di sini saja’ Tetapi nelayan itu masih juga tidak menghiraukan. Sementara perahu itu sudah berat
Nelayan serakah terus menarik kawat emas dari sungai, hingga penuh perahunya tetapi tidak disadari akhirnya tenggelam dan nelayan itu mati.
Nelayan serakah terus menarik kawat emas dari sungai, hingga penuh perahunya tetapi tidak disadari akhirnya tenggelam dan nelayan itu mati.
sekali dengan gulungan kawat emas itu, sehingga air masuk ke dalam perahu sampai penuh, seketika itu juga perahu tenggelam bersama nelayan ke dasar sungai. Dengan tenggelamnya perahu bersama nelayan itu, maka dia tidak pernah timbul dan mati di dasar sungai, akibat dari keserakahan yang melebihi batas. Dengan cerita di atas, sehingga sungai itu dinamakan sungai Kawat.
Dalam hal ini perlu kita ketahui, bahwa serakah, tamak adalah suatu yang tercela, maka kita berusaha untuk menjauhi, kita harus bersyukur atas pemberian Allah sekalipun kita pandang sedikit. Kalau yang sedikit tidak kita syukuri, maka otomatis yang banyak juga tidak akan disyukuri, sehingga terus menerus masih kurang, padahal sudah melimpah ruah harta yang dimiliki. Oleh karena itu kita harus pandai bersyukur atas karunia Allah yang telah diberikan kepada kita sekalian. Dengan demikian kita termasuk hamba Allah yang pandai bersyukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar